Notification

×

Empat Permohonan Penyelesaian Perkara Disetujui JAM-Pidum Salah Satunya Kasus Pencurian

Kamis | April 24, 2025 WIB Last Updated 2025-04-24T07:11:22Z

Jaksa Agung Muda Tindakan Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana. (22/4/2025) 

PELiTAKOTA.com|BATAM, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 4 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 22 April 2025.


Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Abdul Wahid dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

 

Disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, S. H.,M.Hum menjelaskan, kronologi bermula pada hari Senin, 10 Februari 2025, sekitar pukul 01.00 WIB, Tersangka diketahui sedang bersantai bersama temannya hingga sekitar pukul 03.00 WIB. Usai itu, Tersangka pergi menuju daerah Gang Buaya, Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.


Di lokasi itu tersangka melihat sepeda motor yang diketahui milik Korban Dino Noviyanto, sepeda motor yang terparkir di depan rumah kontrakan korban. 

Melihat kondisi sekitar yang sepi, Tersangka kemudian mulai beraksi dan mendorong sepeda motor tersebut menjauh dari lokasi parkir awal dengan maksud untuk mencurinya. Namun, saat baru berjalan sekitar 10 meter, aksi Tersangka diketahui oleh dua orang warga yang berada di sekitar lokasi.


"Setelah melihat tindakan mencurigakan tersebut, warga lainnya turut berdatangan hingga akhirnya Tersangka berhasil di tangkap warga dan diamankan ke Pos RW setempat,l dan selanjutnya diserahkan ke Polsek Metro Tanah Abang untuk menjalani proses hukum lebih lanjut, akibat perbuatannya, korban mengalami kerugian sebesar Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah)", jelasnya.


"Terkait perkara ini, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dr. Safrianto Zuriat Putra S.H., M.H., Kasi Pidum Fatah Chotib Uddin, S.H. M.Kn. serta Jaksa Fasilitator Anneke Setiyawati, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice" jelasnya melanjutkan.


Untuk diketahui saat proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu saksi korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan, dengan syarat barang bukti berupa 1 (satu) unit sepeda motor dikembalikan kepada korban. 


Setelah tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Dr. Patris Yusrian Jaya


"Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 22 April 2025", katanya. 


Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 3 (Tiga) perkara lain yaitu:


1. Tersangka M.Sholehasan Syamsudin als Sholeh bin (Alm) M. Arifin (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kotabaru, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

2. Tersangka Firmansyah dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian

3. Tersangka Weno dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (*)