Dirut PT Pertamina Keren Agustiawan saat menggunakan baju orange di KPK-RI |
Pelitakota.com|JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan, Kamis (5/10/2023), menyatakan telah menyerahkan sejumlah barang bukti yang menyatakan ia tidak melakukan korupsi kepada penyidik KPK.
"Hari ini 5 Oktober 2023 saya telah memberikan keterangan sebagai Tersangka untuk kedua kalinya kepada Penyidik dengan jumlah pertanyaan sebanyak 25 butir. Dalam pemeriksaan hari ini, saya juga sudah membawa dan menyerahkan beberapa bukti yang mendukung posisi saya dan membantu penyidik untuk secara obyektif mempertimbangkan fakta perkara ini," ungkap Karen dalam keterangan tertulis.
Pada intinya, kata Karen, ia telah menunjukkan ke penyidik KPK bahwa ia tidak pernah mengeluarkan kebijakan pribadi, atau mengambil keputusan secara pribadi atas nama Pertamina.
"Keputusan Pertamina untuk bekerja sama dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) adalah keputusan kolektif kolegial dan merupakan aksi korporasi untuk menjalankan perintah jabatan berdasarkan Perpres 5/2006, Inpres 1/ 2010, Inpres 14/2011 dan Surat UKP4 2013," ungkap Karen.
Artinya, kata Karen, tidak benar bahwa kerjasama pengadaan LNG antara Pertamina dengan CCL adalah kebijakan atau keputusan dia sepihak, karena terdapat berbagai bukti yang menunjukkan bahwa kerjasama tersebut pada kenyataannya merupakan aksi korporasi yang sah dan merupakan keputusan Direksi Pertamina secara kolektif kolegial.
"Kalaupun saya sendiri menyatakan tidak setuju atas rencana penandatanganan LNG SPA dengan CCL, namun 7 anggota Direksi lain tetap menyetujui, maka keputusan penandatanganan LNG SPA akan tetap berjalan sesuai prinsip one man one vote," beber Karen.
Karen mengatakan, ia juga hendak menegaskan bahwa sebelum penandatanganan SPA sudah ada kajian dan analisis menggunakan external advisor di antaranya Wood Mackenzie, K.C Wilson & Associate Singapore dan Fact Global Energy (FGE).
"Selain telah melalui proses kajian dan analisis menyeluruh serta review berjenjang, sebelumnya permintaan alokasi gas sudah dilakukan, namun hingga mendekati akhir tahun 2013, belum didapatkan kepastian alokasi gas, sedangkan saat itu, sebagaimana dituangkan dalam Surat UKP4 tanggal 28 Februari 2013, salah satu ukuran keberhasilan dalam rencana Pengembangan Infrastruktur Gas berupa Pengembangan FSRU di Jawa Tengah, ialah ditetapkannya alokasi gas dari Kementerian ESDM (Target B04) serta Penandatangan SPA dengan Penjual LNG (Target B09)," jelas Karen.
Mengenai ketiadaan persetujuan Dewan Komisaris dan RUPS kerjasama pengadaan LNG antara Pertamina dengan CCL, menurut Karen keadaan itu telah dijelaskan melalui Memorandum Legal Corporate tanggal 24 Agustus 2013 yang menyatakan bahwa penandatanganan LNG SPA tidak memerlukan persetujuan dari Dewan Komisaris sebagaimana diatur Pasal 11 ayat 8 Anggaran Dasar Pertamina, demikian juga tidak memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat 10 Anggaran Dasar Pertamina dan juga Board Manual 2013.
"Jadi semuanya bukan keputusan saya seorang. Perlu dicatat bahwa saya sama sekali tidak pernah mengintervensi atau mengarahkan tim di Pertamina sehubungan dengan kerjasama pengadaan LNG antara Pertamina dengan CCL," jelas Karen lagi.
Mengenai posisi Pertamina yang dinyatakan rugi akibat kerjasama dengan CCL, menurut Karen ada beberapa point yang perlu diperhatikan.
"Pertama, kontrak berjalan tidak ditandatangani ketika saya menjabat. Saya mengundurkan diri tahun 2014 dan kontrak yang hari ini berlaku ditandatangani 2015. Memang ada kontrak CCL yang di tandatangani di 2013 dan 2014, namun kontrak 2015 sudah menggantikan keberlakuan seluruh pasal di kontrak 2013 dan 2014. Tadi kepada Penyidik sudah saya sampaikan bukti-bukti yang menunjukkan kalau kontrak 2015 menggantikan seluruh kontrak sebelumnya," jelas Karen.
Karen mengungkapkan, posisi Pertamina hari ini justru untung. "Dalam pemeriksaan hari ini, saya juga sudah menyerahkan bukti yang menunjukkan bahwa kontrak antara Pertamina dengan CCL sudah menguntungkan untuk Pertamina. Lagipula kontrak antara Pertamina dengan CCL berlaku sampai 2040, mengapa penentuan untung ruginya hanya dihitung sampai tahun 2021?" pungkas Karen.(*)